Oleh:
Muhammad Imam
Madjid
Siti Robbiyatul Adawiyah
Shofiyul Jundil Faiz
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan penegakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan
pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan
kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar
bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya.
Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan
kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir
(memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan
segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang
menjauhkan dari rahmat-Nya. Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar
(menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan
yang agung.
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman. Setiap
kali Al-qur’an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang
benar, dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah
yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat
muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali
dengannya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian amar ma’ruf nahi munkar?
2. Sebutkan
dalil-dalil amar ma’ruf nahi munkar!
3. Apa
saja rukun dan syarat amar ma’ruf nahi munkar?
4. Bagaiman
tahapan amar ma’ruf nahi munkar menurut para ulama’?
5. Bagaimana
implementasi amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan?
6. Apa
keutamaan dilakukannya amar ma’ruf nahi munkar?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian amar ma’ruf nahi munkar
2. Mengetahui
dali-dalil berkaitan dengan amr ma’ruf nahi munkar
3. Mengetahui
rukun dan syarat amar ma’ruf nahi munkar
4. Mengetahui
tahapan amar ma’ruf nahi munkar menurut para ulama’
5. Mengetahui
implementasi amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan.
6. Mengetahui
keutamaan dilakukannya amar ma’ruf nahi munkar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Secara
Etimologis
Pada
dasarnya amar ma’ruf nahi munkar terdapat empat penggalan kata yakni: amar
(perintah), ma’ruf (baik, layak, patut), nahi (melarang, mencegah) dan munkar
(durhaka) yang berarti menyuruh yang baik dan melarang yang buruk. Sedangkan
menurut Dr. Ali hasballah mendefinisikan amar sebagai berikut: “Amar ialah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak
yang lebih rendah kedudukannya”.[1]
Selanjutnya
ma’ruf berasal dari Bahasa arab, ‘arofa yang memiliki arti (mengetahui). Bila
berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara harfiyah berarti terkenal yaitu
apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam
konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian yang dipegang oleh
agama Islam, maka pengertian ma’ruf ialah semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa
manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf
yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada
kedurhakaan.[2]
Nahi
menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadh yang digunakan
untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fikih adalah lafadh
yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh
orang yang lebih tinggi dari kita.[3]
Dari
pengertian di atas amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Imam asy-syaukani rohimahullah mengatakan:
“Sesungguhnya mereka menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf dalam syari’at ini
dan melarang dari yang munkar. Dan yang dijadikan tolak ukur bahwa sesuatu itu
ma’ruf atau munkar adalah al-kitab (Al-qur’an) dan As-sunnah”.[4]
2. Secara
Terminologis
Salman
Al-audah mengemukakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah segala sesuatu yang
diketahui oleh hati dan jiwa tentram kepadanya, segala sesuatu yang dicintai
oleh Allah swt. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak
disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i
dan akal.
Ibnu
Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah merupakan tuntunan
yang diturunkan Allah dalam kitab-kitab-Nya, disampaikan rosul-rosul-Nya dan
merupakan bagian dari syari’at Islam. Adapun pengertian nahi munkar menurut
Ibnu Timiyah adalah mengaharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf
berarti menghalalkan semua yang baik. “Jika amar ma’ruf dan nahi munkar
merupakan kewajiban dan amalan sunnah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu
yang wajib dan sunnah hendaklah maslahat didalamnya lebih besar dari pada
mudhorotnya, karena para rosul diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa
hal ini, dan Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang
diperintahkan Allah adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan
orang-orang yang berbuat baik dan beramal sholeh. Serta mencela orang-orang
yang berbuat kerusakan”.[5]
Kalangan
para ahli fiqih menyebut istilah amar ma’ruf nahi munkar dengan nama al-hisbah.
Definisi al-hisbah adalah memerintahkan kebaikan pada saat ada yang
meninggalkannya dengan terang-terangan dan melarang kemunkaran ketika tampak
ada yang melakukannya.[6]
Amar ma’ruf nahi munkar secara lebih singkatnya adalah mengajak kepada
perbuatan yang baik dan mencegah kepada perbuatan yang munkar. Yakni perintah
atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh
agama dan melarang atau mencegah diri dan orang lain untuk melakukan hal-hal
yang dilarang oleh syari’at.[7]
B. Dalil-dalil amar ma’ruf nahi munkar
1. Al-qur’an
surat Ali Imran ayat 113-114.
لَيْسُوا
سَوَاءً ۗ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ
آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ
يَسْجُدُونَ﴿۱۱۳﴾يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ
وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَٰئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ﴿۱۱٤﴾
Artinya:
“Diantara orang-orang Ahli Kitab itu tidaklah sama. Sebagian dari mereka
berlaku lurus. Mereka seringkali membaca ayat-ayat Allah di malam hari dan mereka
juga bersujud (shalat) kepada Alllah. Mereka beriman kepada Allah dan hari
kemudian, mereka menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar dan
bersegera berbuat kebajikan. Mereka itulah yang termasuk orang-orang shaleh.”
Dalam
ayat ini diterangkan bahwa orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari
kemudian harus membuktikan pengakuannya itu dalam kehidupan dunia dengan segera
berbuat hal-hal yang makruf dan mencegah yang mungkar.
2. Al-qu’an
Surat Al-imran ayat 110.
كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ
لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ
ٱلْفَٰسِقُونَ﴿۱۱٠﴾
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya
ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada
yang beriman namun kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasiq.
Ayat ini menyatakan bahwa kaum muslim
adalah umat yang paling baik disisi Allah SWT selama mereka tetap melakukan
amar ma’ruf nahi munkar.
3. Al-qur’an
surat Al-a’raf ayat 165.
فَلَمَّا
نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦٓ أَنجَيْنَا ٱلَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ ٱلسُّوٓءِ
وَأَخَذْنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ بِعَذَابٍۭ بَـِٔيسٍۭ بِمَا كَانُوا۟
يَفْسُقُونَ﴿۱٦٥﴾
Artinya:
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, kami selamatkan
orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada
orang-orang yang dhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat
fasik”.
Dalam ayat ini, dengan tegas Allah SWT
menyatakan bahwa dia akan menyelamatkan orang-orang yang senantiasa melarang
perbuatan ghalim. Ayat ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang selalu
berbuat dhalim akan mendapat azab yang pedih. Kewajiban menjalankan amar ma’ruf
nahi munkar juga diperlihatkan dalam ayat ini.
4. Al-qur’an
surat Al-hajj ayat 41.
ٱلَّذِينَ
إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ
ٱلْأُمُورِ﴿٤۱﴾
Artinya:
“Yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.
Dijelaskan dalam ayat ini bahwa
orang-orang yang saleh dan bertakwa kepada Allah selalu mendirikan shalat,
menunaikan zakat, serta menjalankan amar ma’ruf nahi_munkar.
5. Al-qur’an
surat An-nisa ayat 114.
لَّا خَيْرَ
فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ
أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ
ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا﴿۱۱٤﴾
Artinya:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia, dan barang siapa
yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami memberi
kepadanya pahala yang besar”.[8]
Dibawah
ini akan disebutkan sebagian hadits tentang amar
ma’ruf nahi munkar antara
lain:
عَنْ
حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ
عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ
عِقَابًمِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ﴿رواه الترمذي﴾
Artinya:
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman dari Nabi S.A.W. berkata: “Demi yang jiwaku berada
ditangan-Nya, kalian betul-betul harus memerintahkan kepada yang ma’ruf dan
melarang dari yang mungkar, atau Allah betul-betul akan mengirimkan kepada
kalian siksaan dari-Nya, lalu kalian berdoa kepada-Nya dan dia tidak
mengabulkan doa kalian” (HR. At-Tirmidzi).[9]
عَنْ اَبِى سَعِيدْ اَلْخُدْ رِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ: سَمِعْتُ
رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم يقُولُ : مَنْ رَاَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ, فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ , فَاِ نْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ,
وَذَلِكَ اَضْعَفُ الْاِ يَمَان ﴿رواه مسلم﴾
Artinya: Dari Abu Sa’id
Al Khudry RA., berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW berkata “Barang siapa
diantara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari)
dengan tanganya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan
lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah
keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim).
Hadis
diatas menjelaskan tentang tingkatan dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Tingkat pertama dan kedua wajib bagi orang yang mampu melakukannya. Kegiatan
merubah kemungkaran dengan tangan dilakukan jika seseorang yang berniat merubah
kemungkaran mempunyai kekuasaan atas pelaku kemungkaran, misalnya seorang
pemerintah kepada rakyatnya, atasan kepada bawahanya, orangtua kepada anaknya
dan lain sebagainya.
Seorang
yang mempunyai kekuasaan hendaklah mengarahkan seseorang yang berada dibawah
kekuasaanya untuk melakukan kebaikan, serta mencegah atau menjauhkannya dari
kemunkaran, dan mengigkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata. Kemudian
merubah kemungkaran dengan lisan dilaksanakan ketika amar ma’ruf nahi munkar
dengan tangan (tingkatan pertama) tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya kekuasaan untuk itu, atau karena di
khawatirkan akan menimbulkan mudharat yang lebih besar daripada kemanfaatannya.
Amar ma’ruf nahi munkar dengan lisan bisa diwujudkan dengan memberikan
nasihat secara langsung, ataupun menggunakan media sebagai sarana dakwah dengan
lisan.
Adapun
tingkatan terakhir mengingkari dengan hati, artinya adalah membenci
kemungkaran-kemungkaran tersebut di dalam hatinya serta berdoa agar pelakunya
segera berhenti melakukannya. Hal tersebut dilakukan apabila seseorang tidak
dapat mencegah kemungkaran dengan tangan ataupun dengan lisannya karena tidak
adanya kekuasaan untuk itu. Merubah kemunkaran dengan hati adalah wajib bagi
setiap muslim, karena tidak ada penghalang yang bisa menghalangi dan tidak pula
dikhawatirkan akan terjadinya kerusakan. Mengingkari dengan hati merupakan cara
yang paling minimal untuk mencegah kemunkaran.
Hadis
tersebut tidak serta merta dipahami bahwa orang yang melakukan amar ma’ruf nahi
munkar dengan hati adalah orang yang paling lemah imannya, sebab
terkadang amar ma’ruf nahi munkar dengan hati merupakan satu-satunya
cara yang dapat dilaksanakannya. Seseorang dikatakan lemah imannya jika dia
mampu melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan tangan dan lisan
tetapi ia hanya melaksanaknnya dengan hati saja.
C. Rukun dan Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Diantara syarat dan rukun amar ma’ruf nahi munkar
menurut imam Ghozali adalah:
1. Pelaku
amar ma’ruf nahi munkar (muhtasib)
2. Orang
yang diseru atau pelaku yang ditujukan kepadanya amar ma’ruf nahi munkar
(Al-muhtasab ilahi)
3. Perbuatan
yang menjadi objek amar ma’ruf nahi munkar (Al-muhtasab fihi)
4. Bentuk
amar ma’ruf nahi munkar (Al-ihtisab)
Kewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
berlaku atas setiap muslim yang mukallaf dan memiliki kemampuan. Hal demikian
yang menjadikan tidak adanya kewajiban atas orang gila, anak kecil, kafir atau
yang yang tidak mempunyai kemampuan.
Terdapat beberapa syarat bagi orang yang hendak
mencegah kemunkaran (Al-muhtasib) antara lain:
1. Mukallaf
Mukallaf merupakan
seseorang yang sudah baligh dan di dalam dirinya sudah dikenai ketetapan
hukum-hukum agama. Seorang yang bukan mukallaf tidak diwajibkan untuk
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Meskipun tidak ada larangan bagi yang
bukan mukallaf sepanjang ia seorang yang berakal. Seperti seorang anak yang
mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan buruk) yang hamper mencapai
usia baligh, diperbolehkan mencegah suatu perbuatan yang munkar. Misalnya,
menumpahkan minuman yang memabukkan atau menghancurkan alat-alat permainan yang
haram, jika ia melakukannya makai a tetap memperoleh pahala dari perbuatannya
itu. Dalam hal ini, anak yang belum baligh pun diperbolehkan melakukan amar ma’ruf
nahi munkar sepanjang tidak akan memperoleh madharot.
2. Beriman
Orang
yang tidak beriman tidak dipersyaratkan baginya untuk melaksanakan amar ma’ruf
nahi munkar dan bahkan tidak mungkin dia dapat melakukan amar ma’ruf nahi
munkar. Jika orang tersebut beriman makai a mengerti kebenaran dan kebathilan.
3. Berperilaku
baik
Bagi
yang akan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar hendaknya mempunyai ahlak yang
baik dan bukan fasik atau orang yang biasa mengerjakan perbuatan dosa. Allah SWT.
akan mengancam orang yang memerintahkan orang lain untuk berbuat baik, namun
dirinya tidak mengerjakannya. Seperti tercantum dalam Al-qur’an QS. Ash-shoff
ayat 3.
Artinya: “Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.”
Melakukan amar ma’ruf nahi munkar tidak harus orang yang
ma’shum (terhindar sepenuhnya dari perbuatan dosa). Karena jika harus seperti
itu tidak aka nada orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Sebab tidak
ada ke-ma’shuman pada diri sahabat Nabi SAW. apalagi selain mereka.
4. Adanya
kemampuan pada diri orang yang hendak melakukan amar ma’ruf nahi munkar
Seseorang
yang tidak memiliki kemauan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka
baginya tidak diwajibkan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Namun
demikian, masih wajib atasnya untuk mengingkari dengan hatinya. Hal ini
mengingat bahwa siapa saja yang mencintai Allah, pasti tidak menyukai segala
perbuatan yang dilarang-Nya.
Gugurnya
kewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar selain disebabkan karena tidak adanya
kemampuan juga disebabkan karena adanya ketakutan akan timbulnya akibat buruk
yang mungkin akan menimpanya ketika orang tersebut melaksanakan amar ma’ruf
nahi munkar.
Orang
yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar harus mengetahui apakah tindakannya itu
dapat membawa manfaat atau justru malah akan membawa kemunkaran yang baru.
Melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar harus memperhatikan dua aspek, yakni (pertama)
tidak adanya manfaat yang dihasilkan setelah orang tersebut melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar, (kedua) adanya kekhawatiran terjadinya sesuatu yang
bermudhorot atas dirinya sendiri. Berdasarkan kedua aspek tersebut akan timbul
empat keadaan yaitu:
a. Ketika
seorang yang ber-hisbah meyakini bahwa yang dilakuakn sia-sia dan tidak
ada kemanfaatan dari ucapannya, serta adanya kekhawatiran timbulnya gangguan
fisik (dipukul dan sebagainya) maka hisbah tidak diwajibkan bahkan dapat
dinilai haram dalam situasi tertentu.
b. Manakala
diketahui bahwa kemunkaran akan terhenti dengan ucapan atau tindakannya, dan tidak
ada kekhawatiran terjadinya sesuatu gangguan tergadap dirinya sendiri. Dalam
hal seperti melakukan nahi munkar menjadi wajib, mengingat telah terpenuhinya
kemampuan secara sempurna.
c. Apabila
mengetahui bahwa pengingkaran atas munkar yang dilakukan tidak akan
mendatangkan hasil, tetapi disamping itu juga tidak khawatir akan terjadinya
gangguan pada dirinya. Dalam keadaan seperti ini hisbah tidak wajib
dilakukan, karena tidak ada gunanya. Walaupun demikian tetap dianjurkan untuk
ber-hisbah demi menunjukkan syiar-syiar agama Islam dalam mengingatkan
manusia akan aturan-aturan agama.
d. Jika
mengetahui akan mengalami gangguan, tetapi dengan tindakannya ber-hisbah
maka kemunkaran akan berhenti, misalnya apabila dia dapat merampas minuman
keras. Dalam hal ini hisbah tidak menjadi wajib, dan menjadi haram,
melainkan mustahab (dianjurkan dan disukai).[10]
D. Tahapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Para Ulama’
Dalam fikih Islam dijelaskan bahwa terdapat tiga
tahapan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga tahapan tersebut
mempunyai tingkat yang berbeda. Adapun ketiga tahapan tersebut adalah:
1. Tahapan
Pertama
Tahapan
pertama ini merupakan tahapan paling dasar melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
yakni dengan menunjukkan sikap tidak suka terhadap perbuatan munkar. Dengan
cara ketika menjumpai pelaku perbuatan munkar kita dapat bermuka masam,
membuang muka, membelakangi, meninggalkan sosialisasi dengannya dan sebagainya.
Tujuannya adalah agar si pelaku perbuatan munkar tersebut menyadari bahwa yang
dilakukannya merupakan perbuatan salah dan tidak diridhoi Allah SWT. sehingga
ia dapat kembali melakukan perbuatan yang ma’ruf.
2. Tahapan
Kedua
Apabila
usaha dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar pada tahap pertama tidak
membuahkan hasil, maka dapat melakukan tahap kedua. Tahapan kedua ini yaitu
melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan perbuatan. Dalam hal ini kita berupaya
untuk memberikan nasehat kepadanya, agar si pelaku perbuatan munkar sadar dan
melakukan perbuatan yang ma’ruf serta mengajaknya untuk meninggalkan perbuatan
munkar.
Nasehat
yang kita sampaikan hendaklah dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut,
tidak kasar dan tidak menyakitinya. Kita tidak boleh memakai bahasa-bahasa yang
memancing orang yang berbuat munkar tersebut, sebab jika itu terjadi maka amar
ma’ruf nahi munkar yang kita lakukan tidak akan membuahkan hasil serta tidak
akan mencapai tujuan yang hendak dicapai.
3. Tahapan
Ketiga
Pada
tahapan yang ketiga ini adalah dengan melakukan tindakan dan paksaan.
maksudnya, kita harus melakukan tekanan agar perbuatan munkar yang dilakukan
itu dihentikan. Bersamaan dengan itu, kita harus memberikan tekanan-tekanan
dari yang paling ringan higga yang paling kasar. Meskipun dalam tahap ini kita
boleh melakukan dengan pukulan, tetapi kita tidak diperbolehkan memukul hingga
menimbulkan keluarnya darah dari pelaku perbuatan munkar tersebut.[11]
E. Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Manusia
Al-qur’an adalah kitab Allah yang universal, berlaku
kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari
banyak kita ketahui orang-orang yang selalu menyerukan kebaikan dan melarang
berbuat kemunkaran, bahkan diri kita sendiri pun disadari atau tidak selalu
menyerukan kebaikan dan melarang melakukan kejahatan, baik melalui tulisan
meupun melalui sumbang saran terhadap sesuatu.
Amar am’ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan pokok-pokok agama saja atau ideologi semata. Amar ma’ruf
nahi munkar juga bisa saja berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya
maupun hukum. Contohnya, ketika seseorang menyarankan temannya yang masih
membujang untuk segera menikah, berarti orang tersebut telah melakukan amar
ma’ruf. Contoh lain, ketika seorang pemimpin berusaha untuk memberantas
korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber-nahi munkar dan seterusnya.
Mengajak kebaikan itu baik, mlarang kemunkaran juga baik.
1. Aspek
Sosial
Mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran merupakan ciri utama masyarakat (orang-orang)
yang beriman. Amar ma’ruf nahi munkar termasuk kewajiban terpenting dalam masyarakat
muslim dalam QS. Al-hajj: 40-41 dijelaskan:
“Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agamaNya). Sesungguhnya Allah benar-benar
maha kuat lagi maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, dan
kepada Allah-lah kami kembalikan segala urusan”.
Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Rosulullah menggambarkan masyarakat
yang amar ma’ruf nahi munkar dan masyarakat yang tidak melakukan amar ma’ruf
nahi munkar. Yakni dengan para penumpang kapal yang mengundi tempat di kapal,
sebagian mendapat tempat di atas dan sebagian mendapat tempat di bawah,
orang-orang yang bertempat di bawah apabila ingin mengambil air mereka harus
melewati orang-orang yang ada di bagian atas, maka mereka berkata: “kalua saja
kita melubangi kapal agar tidak mengganggu orang di atas. Jika mereka dihalangi
maka semuanya akan selamat. Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar
ma’ruf dan nahi munkar dalam masyarakat.
Dari
hadist tersebut jelas bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar dapat menyelamatkan
orang-orang lalai, orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan
istiqomah. Hal ini menandakan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap mar
ma’ruf dan nahi munkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran. Ini tidak hanya
mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang
baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang taqwa dan yang fasik. Amar
ma’ruf dan nahi munkar merupakan hak dan kewajiban rakyat dalam masyarakat
muslim. Di dalam Al-qur’an dan hadist menjelaskan untuk memberikan nasehat atau
kritikan bagi pemangku kekuasaan dalam masyarakat, dan meminta penjelasan
hal-hal yang menjadi kemaslahatan rakyat atau mengingkari hal-hal yang tidak
menjadi maslahah bagi rakyat.
Tolak
ukur kebaikan dan kemunkaran adalah syari’at dalam satu sisi dan kemaslahatan
rakyat dari sisi lain. Ini merupakan persolan yang luas dari tuntutan rakyat
dan penguasa, khususnya dalam mencegah kedhaliman, tidak menerimanya atau
bersabar atasnya. Al-qur’an telah menganggap terjadinya kedhaliman dari
penguasa, dan diamnya rakyat atas kedhaliman tersebut merupakan suatu dosa
besar dari kedua belah pihak yang dapat mengakibatkan turunnya siksa di dunia
maupun akhirat kelak.[12]
Berikut
implementasi amar ma’ruf nahi munkar dalam aspek sosial:
a. Amar
ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban terpenting bagi masyarakat muslim
Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk
kewajiban terpenting dalam masyarakat muslim, selain shalat dan zakat, terutama
di waktu umat Islam berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan
kemenangan tidak datang dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa
mereka termasuk orang-orang yang melakukannya:
(Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.) (QS. al Hajj: 40, 41)
Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan al
Bukhori diatas, jika mereka membiarkan kemauan mereka, maka akan binasa semua,
dan jika mereka dihalangi maka semuanya akan selamat.
b. Amar
ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan kewajiban rakyat
Allah berfirman: (Dan
janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang
diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh
kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka)
terbelalak.) (QS. Ibrahim: 42)
Dan berfirman: (Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu
ini?". mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di
negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu
luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu
tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.) (QS. An-nisa': 97)
Rasulullah memperingatkan orang-orang
hina dan lemah yang bersikap diam atas kezaliman dan tidak mencegah orang yang
zalim dengan siksa Allah yang akan mengenai mereka semua, tidak ada di antara
mereka yang luput:
إِنَّ
النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ
أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ
(Sesungguhnya
apabila manusia melihat orang dhalim dan mereka tidak mencegahnya dari kedhaliman,
maka Allah akan menimpakan siksa atas mereka semua) (HR. Abu Daud, Tirmidzi,
dan Nasa'i)
c. Cara-cara
memberikan nasihat
Di antara cara-cara amar
ma'ruf dan nahi mungkar adalah nasihat, Rasulullah SAW. telah
menjadikannya sebagai agama dalam sabdanya:
الدِّينُ
النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ
وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
(Agama adalah nasihat, kami
berkata: bagi siapa? Beliau berkata: "bagi Allah, bagi kitab Allah, bagi
rasul-Nya, dan bagi para pemimpin dan umat Islam secara umum) (HR. Muslim)
Tidak diragukan lagi bahwa
pemberian nasihat kepada para penguasa dari rakyat, terutama para ulama dan
orang-orang yang berpengalaman, masing-masing dalam bidagnya merupakan suatu
hal yang baik sekali, ini akan menjamin keselamatan, keamanan dan kesejahteraan
bagi masyarakat, hal ini telah berjalan di kalangan umat Islam di masa
keemasannya, oleh karena itu dalam beberapa hadits ada anjuran bagi penguasa
untuk mengangkat orang-orang shalih dan jujur serta ikhlas memberikan nasihat
menjadi pendampingnya, yang tidak munafik dan tidak menipu penguasa.
d. Akibat
buruk diabaikannya amar ma'ruf dan nahi mungkar
Musibah paling buruk yang menimpa
suatu umat dan masyarakat adalah berkuasanya diktator, mulut dikekang, lisan dipasung,
dan pena dipatahkan, sehingga tidak ada yang berani bersuara, atau menulis
kata-kata untuk mengungkapkan kebenaran yang disia-siakan, atau keinginan yang
dikekang, atau nasihat yang tulus. Dengan demikian kehidupan menjadi buruk,
hidup menjadi susah, sumber-sumber kebaikan menjadi kering, duri-duri kejahatan
dan kerusakan tumbuh, kenistaan merajalela, dan tidak ada yang bisa
menghentikan, serta harga diri manusia diinjak-injak.
Apabila keburukan sampai ke batas ini,
maka semua anggota masyarakat wajib bergerak untuk memperbaikinya dan
menyingkirkan kerusakan, jika tidak melakukanya, maka mereka berhak mendapat
balasan dan siksa dari Allah, dan Allah telah menurunkan bencana dan kerusakan
kepada orang-orang yang melakukan kemunkaran dan yang mendiamkannya.
(Dan
peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
dhalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya.) (QS. al Anfal: 25)
Nabi
SAW. bersabda:
إذا
رأيت أمتي تهاب، فلا تقول للظالم : يا ظالم، فقد تودع منهم
(Jika engkau melihat umatku takut,
sehingga tidak berani mengatakan kepada orang dhalim: wahai orang dhalim, maka
mereka tidak berarti lagi) (HR. Ahmad, al Hakim dan al Bazzar).
Terkadang kemungkaran merajalela
di masyarakat, orang-orang sudah terbiasa dan akrab, dan tidak ada lagi yang
berbicara, sehingga ia meracuni perasaan mereka, dan mereka tidak lagi merasa
bahwa ia merusak agama, akhlak dan adap yang mulia, mereka tidak lagi bisa
membedakan antara yang ma'ruf dan yang mungkar, antara yang baik dan buruk,
halal dan haram, ketika itu pemahaman masyarakat berubah, dan ukuran kebenaran
sudah tidak jelas, sehingga kejujuran, amanat, beragama dipandang sebagai
keterbelakangan dan kebodohan, sementara dusta, khianat, dan jauh dari agama dipandang
sebagai kemajuan, yang baik mereka katakana mungkar dan yang mungkar dikatakan
baik.
Ini diperburuk lagi ketika
di masyarakat banyak orang-orang munafik, yang mempengaruhi penguasa yang dhalim,
mereka berkumpul di sekitar penguasa, membisiki penguasa untuk melakukan
kebatilan dan menyembunyikan kebenaran, suara-suara mereka mengajak kepada
kebatilan, mencegah kebaikan, menciptakan sifat masyarakat munafik yang akan
ditempatkan oleh di dasar neraka paling bawah.
(Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah
sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan
mereka menggenggamkan tangannya. Mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah
melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang
fasik.) (QS. at Taubah: 67)
Ini sangat bertentangan dengan
masyarakat beriman:
(Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.) (QS. at Taubah: 71).
Inilah masyarakat muslim yang penuh
dengan para da'i kepada Allah, yang mengerti agamanya, yang menjaga
syari'atnya, suara kebenaran tidak pernah padam, melaksanakan amar ma'ruf dan
nahi mungkar, walaupun kegelapan meliputi mereka, dan suara-suara kebatilan
membahana.
Tidak diragukan bahwasanya
suara-suara mereka yang keras dalam membela kebenaran akan menebarkan kesadaran
di masyarakat muslim, membangkitkan rasa izzah dengan agama Allah, dan membuat
opini umum yang disinari oleh petunjuk Allah dan rasulnya.
e. Wajibnya
mengingkari kemungkaran walaupun dengan hati
Banyak sekali nash-nash Al-qur'an dan
hadits yang menunjukkan wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat
muslim, yang mengakui kedaulatan Allah, yang melaksanakan syari'atnya, walaupun
terkadang ada penguasa yang dhalim, dan terkadang banyak kerusakan, sehingga
dengan demikian masyarakat muslim benar-benar menjadi masyarakat yang beramar
ma'ruf dan nahi munkar.
Adapun jika masyarakat diuji
dengan disingkirkannya syari'at Islam dari kekausaan, dan umat Islam dipaksa
menerapkan hukum buatan manusia, maka dalam kondisi ini harus menegakkan amar
ma'ruf dan nahi mungkar yang paling besar, yaitu mengakui kedaulatan Allah,
huku;. kehidupan, dan mencegah kemunkaran terbesar, yaitu menolak ketuhanan
Allah dengan menolak syari'at-Nya dalam kehidupan.
Rasulullah bersabda:
مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Artinya: Barangsiapa di antara kalian
yang melihat kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tangannya, jika
tidak mampu maka dengan lisannya, jka tidak mampu maka dengan hatinya, dan
inilah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim)
Akan tetapi terkadang datang suatu
masa kepada umat Islam dimana umat Islam tidak bisa mengubah kemungkaran dengan
tangannya, dan tidak bisa mengubahnya dengan lisannya, maka tidak ada lagi cara
kecuali mengubah dengan hatinya, dan ini tidak ada orang yang bisa menghalangi.
Mengubah kemungkaran dengan hati
adalah selemah-lemahnya iman, sebagaimana disebutkan dalam hadits, terkadang
sekilas orang melihatnya sebagai amal yang pasif, dimana hal ini tidak
dilakukan kecuali oleh orang yang tidak mampu mengubah kemungkaran dengan
tangan atau dengan lisan.
Sebenarnya seorang muslim yang jujur
yang tidak ada jalan di hadapannya kecuali mengingkari dengan hati, tidak
hilang dari pikirannya bahwa mengingkari dengan hati berarti merubahnya,
sebagaimana dikatakan demikian oleh Rasulullah. Perkataan Rasulullah ini
menunjukkan bahwa hal itu adalah suatu perbuatan positif; karena mengingkari
kemungkaran dengan hati berarti mempertahankan hati dari sikapnya terhadap
kemungkaran… ia mengingkarinya, membencinya, tidak menyarah kepadanya, dan
tidak menerimanya bahwa itu adalah suatu yang harus dipatuhi dan diakui.
Mengingkari dengan hati terhadap suatu
kondisi adalah kekuatan positif, dan merupakan langkah awal untuk menghancurkan
kemungkaran ini, dan menegakkan kebaikan kapan ada kesempatan, dan mengintai
kemungkaran hingga ada kesempatan untuk merubahnya. Dan ini jelas merupakan
perbuatan positif dalam jalan menuju perubahan.
Memang benar bahwa ini adalah iman
yang paling lemah, sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW. akan tetapi kalau
memang hanya iman paling lemah yang memungkinkan, maka paling tidak seorang
muslim memelihara iman yang lemah ini. Adapun kehilangan iman secara
keseluruhan, dan menyerah pada kemungkaran karena ia adalah suatu kenyataan
pahit, dimana ia tidak mampu melawannya, dan menerimanya karena tekanannya kuat
sekali, maka ini tidak mungkin dikatakan oleh seorang mukmin yang hidup dalam
masyarakat muslim, kalau tidak maka ia dan masyarakatnya berhak mendapat laknya
yang menimpa bani israil, karena mereka tunduk kepada kemungkaran dan ridha
padanya, dan mereka tidak mencegahnya, sebagaimana firman
Allah : (Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan
lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka
dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu.) (QS. al Maidah: 78, 79)
2. Aspek
Politik
Sudah
dijelaskan dalam surat Al-imran: 104 bahwasanya menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Maka perlu kita
pahami bersama, bahwa ajaran amar ma’ruf nahi munkar tersebut bukan tanpa
metode dan mekanisme yang sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat. Allah SWT
pun telah mengajarkan bagaimana kita seharusnya melakukan amar ma’ruf nahi
munkar. Maka dalam hal ini tidak ada kebebasan bagi sembarang orang atau
kelompok untuk secara langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar
ma’ruf nahi munkar, kecuali atas adasar otoritas yang diberikan oleh negara.
Diriwayatkan oleh Abu Juhaifah RA, ia menceritakan Sayyidina Ali RA. pernah
berkata: “sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan
tangan kalian, kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa
hatinya tidak mengetahui kebaikan (al-ma’ruf) dan menentang kemunkaran
(al-munkar), maka ia jungkir balik yang di atas menjadi di bawah”. Otoritas
inilah yang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat
dipahami dengan makna biyadihi (dengan tangan), tentang anjuran merubah
kemunkaran.
Selain
itu, implementasi amar ma’ruf nahi munkar juga harus didasari dengan
penghargaan akan keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh dalam
kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip
tasamuh tidak dapat dipisahkan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia sebagai mayoritas di negeri ini dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.[13]
Pengawasan terhadap pemerintah dan kebebasan menyampaikan pendapat kepada
penguasa baik berkaitan dengan harta maupun politik merupakan prinsip-prinsip
dasar konstitusi yang diakui, karena ayat-ayat Al-qur’an dan hadist-hadist nabi
telah menegaskannya, sebagaimana jugaia telah menjadi tradisi politik yang
berlaku pada masa dahulu. Dan secara teori hal ini masih tetap diterima
dikalangan umat Islam secara umum dan khusus, akan tetapi praktiknya menjadi
lemah apabila yang menjadi penguasa adalah orang-orang dhalim, dan ia akan
kembali lagi diterapkan jika yang menjadi penguasa adalah orang yang adil dan
baik.
Konsep
amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang hukum merupakan gagasan, cita-cita penegak
hukum dan keadilan serta penanggulangan atau pencegahan kejahatan. Penegakan
hukum sangat tergantung (keamanan politik) penyelenggara negara pada umumnya
dan profesi penegak hukum pada khususnya yang terdiri dari polisi, jaksa,
penasehat hukum dan hakim. Reformasi dan sosialisasi konsep amar ma’ruf nahi
munkar dalam bidang hukum berarti penegakan hukum dalam masyarakat dan negara
dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[14]
Amar
ma’ruf nahi munkar merupakan statement tanpa terkecuali baik laki-laki maupun
perempuan, yang miskin atau yang kaya, pemimpin atau bawahan, kulit hitam
maupun kulit putih, buruh maupun pengusaha dan seterusnya. Amar ma’ruf nahi
munkar memiliki kekuatan penegakkan terhadap prinsip-prinsip keadilan,
kejujuran dan perlu dijalankan berdasarkan sidiq, amanah, fathonah, tabligh,
istiqomah serta sabar. Hal ini hendaknya mampu menghilangkan riya’, sum’ah, ujub,
dengki, munafik, kufur dan lain sebagainya.[15]
F. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Mendapatkan
Pahala
“Abu
Hurairah RA. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang mengajak
kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya
tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun dan barang siapa yang mengajak kepada
kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang-orang yang mengikutinya
tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun.”
2. Gugurnya
Kewajiban
Jika seseorang telah melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar maka gugurlah kewajibannya (pelepas tanggung jawabnya),
berhasil ataupun tidak berhasil. Karena tugasnya hanyalah menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran semampunya, sedangkan hasilnya Allahlah yang
menentukannya. Sehingga ketika ia telah melaksanakan kewajiban, maka di akhirat
ia tidak akan dituntut lagi.
وَإِذْ
قَالَتْ أُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا ۙ ٱللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ
مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ قَالُوا۟ مَعْذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ﴿۱٦٤﴾
“Dan
(ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati
kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang
Amat keras?” mereka menjawab: “Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggung
jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-a’raf: 164)
3. Suatu
Bentuk Syukur
Amar ma’ruf nahi munkar adalah bentuk
syukur seorang hamba kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala nikmatnya
khususnya nikmat sehat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ:
فَكُلُّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيْلَةٍ
صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِاْلمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ
عَنِ اْلمُنْكَرِ صَدَقَةٌ
“Setiap
persendian anggota tubuh salah seorang di antara kalian menanggung kewajiban
bersedekah setiap paginya; maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah,
amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah.” (HR. muslim No.720)
Sedangkan
orang yang senantiasa bersyukur Allah akan menambah nikmatnya, Allah berfiman:
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ﴿٧﴾
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)
4. Mendapat
Rahmat Dari Allah
Diantara sebab turunnya rahmat Allah
subhanahu wata’ala adalah amar ma’ruf nahi munkar. Karena dengannyalah
masyarakat menjadi terkontrol, dengannyalah mereka terdorong melakukan kebaikan
walaupun sedikit, dan dengannyalah api kemungkaran bisa padam. Sehingga dengan
adanya amar ma’ruf nahi munkar penduduk suatu negeri akan menjadi orang-orang
yang bertakwa.
Allah
berfirman:
وَٱلْمُؤْمِنُونَ
وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ
وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ
إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴿٧۱﴾
“Dan
orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ
مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟
يَكْسِبُونَ﴿۹٦﴾
“Jikalau
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-a’raf :96)
5. Dihapusnya
Dosa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
فِتْنَةُ
الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وِوَلَدِهِ وَجَارِهِ، يُكَفِّرُهَا
الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ
عَنِ المُنْكَرِ
“Fitnah
seorang laki-laki di tengah keluarganya, hartanya, dirinya, anaknya dan
tetangganya, dapat dihapuskan dengan puasa, shalat, shadaqah dan amar ma’ruf
nahi munkar.” (HR. Bukhari)
6. Dikabulkannya
Do’a
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
مُرُوا
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا فَلاَ
يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Serulah
kepada kebaikan, dan cegahlah kemungkaran sebelum kalian berdoa sedang Allah
tidak mengabulkannya.” (HR. Ibnu Majah)
7. Mendapat
Kabar Gembira
ٱلتَّٰٓئِبُونَ
ٱلْعَٰبِدُونَ ٱلْحَٰمِدُونَ ٱلسَّٰٓئِحُونَ ٱلرَّٰكِعُونَ ٱلسَّٰجِدُونَ
ٱلْءَامِرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱلنَّاهُونَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱلْحَٰفِظُونَ
لِحُدُودِ ٱللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُؤْمِنِينَ﴿۱۱۲﴾
“Mereka
itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang
melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah
orang-orang mukmin itu.” (QS. At-taubah: 112)
8. Orang
yang Beruntung
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ﴿۱٠٤﴾
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-imran: 104)
Adapun keindahan yang dirasakan setelah
atau ketika melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mendapatkan kedamaian di
hati, pada diri, dalam hidupnya baik di dunia sampai akhirat, selain itu juga
disayangi Allah dan Rasulullah serta keluarga dan teman-temannya, juga selalu
dirindukan kehadirannya.[16]
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Amar ma'ruf nahi munkar, (al`amru
bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frase dalam bahasa Arab yang
maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik
dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
Diantara
Keutamaan Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar, Yaitu:
1. Mendapatkan
Pahala
2. Gugurnya
Kewajiban
Jika
seseorang telah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar maka gugurlah kewajibannya
(pelepas tanggung jawabnya), berhasil ataupun tidak berhasil. Karena tugasnya
hanyalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran semampunya, sedangkan
hasilnya Allahlah yang menentukannya
3. Suatu
Bentuk Syukur
Amar
ma’ruf nahi munkar adalah bentuk syukur seorang hamba kepada Allah subhanahu
wata’ala atas segala nikmatnya khususnya nikmat sehat
4. Mendapat
Rahmat Dari Allah
Diantara
sebab turunnya rahmat Allah subhanahu wata’ala adalah amar ma’ruf nahi munkar.
Karena dengannyalah masyarakat menjadi terkontrol, dengannya lah mereka
terdorong melakukan kebaikan walaupun sedikit, dan dengannyalah api kemungkaran
bisa padam.
5. Dihapusnya
Dosa
6. Dikabulkannya
Do’a
7. Mendapat
Kabar Gembira
8. Orang
yang Beruntung
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ghazali,
2014, lhya’ Ulumuddin Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Terjemahan
Muhammad Al-Baqir, (Jakarta Selatan: PT. Mizan Publika)
Ali
Aziz, 2016, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2016)
Departemen
Agama RI, Al- Hikmah: Al-qur’an dan Terjemahnya
Dr.
Sya’ban Muhammad Ismail, Irsyadul Fuhul (I/247)
Hafid
Dasuki, 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru)
Ibnu
Mas’ud, 2018, The Miracle of Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Yogyakarta:
Laksana)
Ibnu
Mundhur, Lisan Al arab Jilid XI, (Beirut: dar al shodir)
Ibnu
Taimiyah, 1995, Etika Beramal Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Gema Insani)
Khairul
Umam, 1998, Ushul Fikih II, (Bandung: Pustaka Setia)
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, 1998, Al-
Jami’ul Kabir: Sunan Tirmidzi, (Bairut: Darul Ghurub Al-Islami)
Syahrul
Efendi, Rahasia Sukses Dakwah
Syeikhul Islam Ibn Taimiyah,
Diterjemahkan Akhmad hasan, Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Kepada
Kebaikan Larangan Dari Kemungkaran), (Departemen Urusan Keislaman, Wakaf,
Dakwah dan Pengarahan kejaraan Arab Saudi), 5
Takdir
Ali Mukti, 1998, Membangun Morlaitas Bangsa, (Yogyajarta: LPPI Ummy)
http://minanews.net/indahnya-beramar-ma’ruf-nahi-munkar/
Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dikutip pada tanggal 06 Mei 2020
[1] Khairul
umam, Ushul Fikih II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 97
[2] Ibnu
Mundhur, Lisan Al arab Jilid XI, (Beirut: dar al shodir), hlm. 239
[3] Khairul Umam,
Ushul Fikih II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 117
[4] Dr.
Sya’ban Muhammad Ismail, Irsyadul Fuhul (I/247)
[5] Ibnu
Taimiyah, Etika Beramal Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Gema Insani,
1995), hlm. 15
[6] Ali
Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 39
[7] Hafid
Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru, 1997),
hlm. 104
[8]
Departemen Agama RI, Op.
Cit., Al- Hikmah : Al-qur’an dan Terjemahnya, hlm. 97
[9]
Muhammad bin Isa
At-Tirmidzi, Al- Jami’ul Kabir : Sunan Tirmidzi,
( Bairut: Darul
Ghurub Al-Islami, 1998), juz 4 , hlm. 38.
[10]
Al-Ghazali, 2014, lhya’ Ulumuddin Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
Terjemahan Muhammad Al-Baqir,
(Jakarta Selatan: PT. Mizan
Publika), hlm. 73
[11]
Ibnu Mas’ud, The Miracle Of Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Yogyakarta:
Laksana, 2018), hlm. 60-62
[12]
Syeikhul Islam Ibn Taimiyah, Diterjemahkan Akhmad hasan, Amar Ma’ruf Nahi
Munkar (Perintah Kepada Kebaikan Larangan Dari Kemungkaran), (Departemen
Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Pengarahan kejaraan Arab Saudi), 5
[13] Syahrul
Efendi, Rahasia Sukses Dakwah, …. 67
[14] Takdir
Ali Mukti, Membangun Morlaitas Bangsa, (Yogyajarta: LPPI Ummy, 1998),
hlm. 64
[15] Ibid.,
hlm. 57
[16] http://minanews.net/indahnya-beramar-ma’ruf-nahi-munkar/ Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dikutip pada tanggal 06 Mei 2020
Tidak ada komentar
Posting Komentar