AYAT & HADITS TENTANG KERUSAKAN dan PEMELIHARAAN ALAM

Oleh:

  1. Fika Umiyani 
  2. Nurul Hikmah
  3. Niswatin Nada

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia sebagai penghuni lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk yang lebih modern seperti sekarang ini. Namun seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap pelestarian lingkungan. Melestarikan lingkungan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.

Pelestarian lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan di sekitar kita, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan.

Kerusakan alam terjadi tidak lain karena manusia dalam hidupnya mengutamakan ego dan ketamakannya dan bagaimana masyarakat sebagai makhluk dan sebagai bagian kecil dari alam semesta untuk melestarikan lingkungan. Padahal Allah telah memberikan peringatan kepada manusia untuk tidak merusak lingkungan karena Allah menciptakannya dalam bentuk sebaik-baiknya dan memerintahkan kepada manusia untuk menebarkan kebaikan. Allah tidak menyukai orang–orang yang berbuat kerusakan di muka bumi.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengertian dari kerusakan dan upaya pemeliharaan alam?

2.      Bagaimana dampak dari kerusakan alam saat ini?

3.      Bagaimana upaya pemeliharaan alam saat ini?

4.      Bagaimana pandangan Al Qur’an terkait tentang kerusakan dan pemeliharaan alam ?

5.      Bagaimana pandangan Hadist terkait tentang kerusakan dan pemeliharaan alam ?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari kerusakan dan upaya pemeliharaan alam?

2.      Untuk mengetahui dampak dari kerusakan alam saat ini?

3.      Untuk mengetahui upaya pemeliharaan alam saat ini?

4.      Untuk mengetahui pandangan Al Qur’an terkait tentang kerusakan dan pemeliharaan alam ?

5.      Untuk mengetahui pandangan Hadist terkait tentang kerusakan dan pemeliharaan alam ?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Kerusakan dan Pemeliharaan Alam

Alam semesta adalah seluruh ruang dan waktu yang bergerak dan tempat kita berada termasuk energi dan benda yang ada didalamnya.[1] Alam semesta yang menjadi tempat tinggal manusia terdiri atas benda-benda material yang tidak terhitung banyaknya, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, yang bergerak, yang relatif diam, dan juga beragam energi dalam bentuk panas, cahaya, listrik, dan sebagainya. Semua itu memberi  kita segala macam kenikmatan material.  Sejenak memandang langit, terutama di malam hari, akan memberi kita gagasan tentang betapa luasnya ruang angkasa dan betapa besar kekuatan yang bersama-sama menopang benda-benda langit. Pergantian siang dan malam memberi kita rentang waktu dalam bentuk jam, hari, dan tahun.

Alam semesta ini tidak berada dalam tatanan yang kacau, tetapi berada dalam tatanan hukum reguler yang teratur. Hukum semesta itu mengatur entitas yang paling kecil serupa atom hingga yang paling rumit seperti galaksi. Semua bergerak dalam tatanan hukum yang baku, tidak bergerak bebas dan kacau. Semuanya bekerja tanpa satu pun yang berlawanan dengan hukum. Terbit dan terbenamnya matahari, perubahan-perubahan secara reguler di wilayah terangnya bulan, berbagai posisi bintang di malam hari, gerak elektron-elektron dalam atom, hukum-hukum fisika, kimia, biologi, geologi, dan sebagainya, begitu pula keteraturan dalam urutan kelahiran, pertumbuhan, kemunduran (fisik), dan kematian tumbuhan serta binatang, semua itu merupakan bukti konklusif adanya hukum alam (sunnatullah) yang telah ditentukan sejak azali dan tidak dapat diubah, yang dijelaskan dalam al-Qur’an dengan ungkapan:

“Dan Dialah (Allah) yang menentukan (memprogram) (kadar)-nya kemudian memberinya petunjuk.”[2]

Dalam ayat al-Qur’an lainnya Allah juga berfirman:

“Dan siapa pun yang ada di langit dan di bumi bersujud kepada Allah dengan sukarela atau terpaksa. Dan mereka berlindung pada pagi maupun sore hari.”[3]

Jadi alam semesta yang kita kenal saat ini tampaknya merupakan satu kombinasi antara materi, energi, ruang, waktu, dan sistem kehidupan yang rumit. Materi dan energi berinteraksi dalam ruang yang menimbulkan gerakan dan masing-masing gerakan materi semacam itu atau terjadinya suatu peristiwa membutuhkan ruang dan waktu tertentu.[4]

Perusakan alam terlebih yang terjadi pada lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.[5]

 

B.     Dampak Kerusakan Alam Saat Ini

Pada saat sekarang ini kerusakan alam tampaknya sangat memperihatinkan, seperti: kerusakan sumber daya alam, penyusustan cadangan-cadangan hutan, musnahnya spesies hayati, erosi, sungai yang tercemar akibat dari sampah-sampah yang menumpuk. Manusia tidak bisa lepas dari udara, tanah dan air. Ketika udara, tanah dan air yang dijadikan sebagai tumpuan hidup makhluk hidup di bumi telah mengalami polusi, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, maka unsur-unsur yang ada di dalamnya pun dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Sehingga akan terikat di dalam aliran darah dan inilah yang memicu munculnya berbagai penyakit terutama penyakit kanker.[6]

Kerusakan di darat seperti membangun perumahan di daerah-daerah tempat penyerapan air, sehingga ketika musim hujan tiba menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpanan air, penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan dan lain sebagainya, itu semua merupakan bencana karena ulah tangan manusia.[7] Demikian pula kerusakan di laut seperti pendangkalan pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah telah menghamparkan bumi beserta seluruh isinya sebagai sumber kehidupan. Dijadikannya gunung-gunung dengan iklim yang cocok untuk pertanian, laut dijadikan sebagai sumber pencarian bagi para nelayan. Begitu pula dengan sungai-sungai yang mengalir, tumbuh-tumbuhan bahkan hewan diciptakan Allah untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh sebab itu sudah sepantasnya manusia harus bersyukur atas semua nikmat-Nya.

 

C.    Upaya Pemeliharaan Alam Saat Ini

Manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, manusia memerlukan alam sebagai tempat untuk hidup dan berkehidupan begitupun alam membutuhkan manusia agar kelestarian alam bisa terjaga dengan sempurna. Keserasian hidup antara manusia dan alam dapat terjaga dengan baik apabila ada kesadaran dari manusia sendiri sebagai pemimpin di permukaan bumi untuk menjaga dan merawat alam sebagai tempat manusia itu tinggal. Segala yang ada pada alam dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhannya. Kesempurnaan manusia dengan diberi kelebihan dari makhluk-makhluk lainnya dimaksudkan agar manusia mampu mengelola dan memelihara alam di muka bumi ini. Lingkungan fisik dan lingkungan biologis seperti air, tanah, udara, tumbuhan dan hewan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia sebagai penghuni muka bumi ini. Tetapi hal yang sangat penting dari pemanfaatan alam itu sendiri yaitu agar keberadaannya tetap ada dan terjaga dengan baik sehingga kelangsungan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya dapat berlangsung baik.

Manusia hidup di bumi tidak sendirian, melainkan bersama-sama makhluk lain, yaitu tumbuhan, hewan. Makhluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat pada mereka. Tumbuhan dan hewan hidup di lingkungan sekitar manusia, sehingga sangat penting sekali peran manusia untuk menjaga dan memelihara keberadaannya. Manusia membutuhkan tumbuhan dan hewan sebagai sumber makanan sehingga manusia dapat beraktifitas dengan tenaga yang kuat. Peran aktif manusia untuk menjaga alamnya berhubungan dengan budaya yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Perilaku manusia terhadap alam bisa dipengaruhi oleh kesadaran pentingnya menjaga alam bagi kelangsungan hidup yang dimiliki oleh tiap individu.

Terdapat nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam upaya masyarakat terhadap pelestarian alam. Nilai tanggung jawab masyarakat terhadap pelestarian alam disini tercermin dari contoh aktifitas masyarakat yang memelihara hutan. Hal ini bermakna bahwa tingkat kepedulian dan tanggung jawab masyarakat sudah sangat tinggi untuk melestarikan kelangsungan hidup pohon-pohon yang masih muda. Hal ini juga mengindikasikan terdapat nilai kesadaran alam dari masyarakat dalam pemeliharaan hutan. Berawal dari permasalahan pembuangan sampah yang sembarangan oleh warga, maka para warga bermusyawarah untuk mengatasi hal tersebut. Disini timbulah kesepakatan untuk membuat pembuangan sampah sementara di depan kampung. Timbulnya kesadaran masyarakat untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara di Kampung merupakan satu kebijakan yang memiliki makna mendalam. Timbulnya inspirasi masyarakat untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara mengandung makna bahwa penduduk memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap pemeliharaan alam. Hal ini merupakan suatu kearifan yang dimiliki masyarakat di dalam memelihara alam utamanya pemeliharaan kebersihan lingkungan.

Terdapat nilai tanggung jawab dan nilai kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan alam. Masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara kebersihan alam dengan cara membangun tempat pembuangan sampah sementara. Masyarakat bekerja sama memelihara hubungan baik antar warga dan memelihara alam untuk kelestarian hidupnya.

Pelestarian alam merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap individu untuk memelihara, menjaga dan melestarikan alam perlu untuk dikembangkan. Tangung jawab yang tinggi terhadap pemeliharaan alam merupakan nilai yang harus dilestarikan dan dimiliki oleh setiap individu. Rasa tanggung jawab terhadap upaya pelestarian alam muncul karena dalam dirinya telah terbentuk nilai-nilai bahwa alam perlu dilestarikan. Masyarakat yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan alam maka ia telah memiliki nilai-nilai yang luhur, sehingga program pelestarian alam dapat terlaksana dengan baik. Rusaknya alam diakibatkan oleh berbagai macam zat pencemar dan tindakan manusia yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap pemeliharaan alam. alam yang terpelihara dan terjaga kelestariannya juga dilatarbelakangi oleh tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memeliharanya. Masyarakat yang memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya alam bagi kehidupan, mereka akan menjaga, memelihara dan melestarikannya. Kesadaran tentang pentingnya alam bagi kehidupan dan berperilaku positif terhadap alam merupakan nilai luhur yang harus terus dikembangkan dalam pemeliharaan dan pelestarian alam.[8]

Kesadaran akan alam tidak akan terjadi apabila tidak adanya nilai-nilai peduli pada alam dalam dirinya yang dapat membangkitkan kesadaran seseorang. Nilai-nilai tersebut menyadarkan seseorang mengenai permasalahan yang ada di alam sekitar. Nilai-nilai yang sudah diyakininya akan meningkatkan kesadaran seseorang terhadap alam. Dengan demikian, tingkat kesadaran seseorang dengan nilai-nilai yang dapat diyakini tersebut memiliki peran tersendiri dalam membentuk tingkah laku pelestarian dan pemeliharaan alam. Nilai-nilai peduli terhadap alam timbul dari kesadaran dan rasa tanggung jawab masyarakat akan pentingnya pemeliharaan dan pelestarian alam.

Dengan demikian peranan manusia di muka bumi adalah selain memanfaatkan segala sumber daya yang ada tetapi juga harus mempunyai moral yang bertanggung jawab terhadap keberadaan sumber daya itu dengan menjaga dan memeliharanya demi kelangsungan hidup yang lestari. Kehidupan di pedesaan dengan kondisi alam yang masih lestari, dimana manusia masih dapat menikmati banyaknya air, udara yang berlum tercemar dan tanah yang masih luas menjadi cermin alam yang ideal untuk ditempati. alam yang baik dapat menjadi daya dukung kehidupan bagi masyarakat yang menghuninya . Selain itu juga sikap terhadap alam sekitar ikut mempengaruhi intensitas campur tangan manusia ke dalam lingkungannya. Sikap masyarakat yang peduli terhadap lingkungannya akan dengan sadar menjaga dan memelihara alam untuk kelangsungan hidupnya di kemudian hari.

 

D.    Pandangan Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Kerusakan dan Upaya Pemeliharaan Alam

 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.”  Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S Al-Baqarah : 30)

 

Kosakata:

Arti

Kata

Dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ

Kepada para malaikat

لِلْمَلَائِكَةِ

Aku

إِنِّي

Hendak menjadikan

جَاعِلٌ

Di bumi

فِي الْأَرْضِ

Khalifah

خَلِيفَةً

Mereka berkata

قَالُوا

Apakah engkau hendak menjadikan

أَتَجْعَلُ فِيهَا

Orang yang merusak

مَنْ يُفْسِدُ

Di sana

فِيهَا

Dan menumpahkan

وَيَسْفِكُ

Darah

الدِّمَاءَ

Sedangkan kami

وَنَحْنُ

Bertasbih

نُسَبِّحُ

Memujimu

بِحَمْدِكَ

Dan menyucikan namamu

وَنُقَدِّسُ لَكَ

Tuhan berfirman

قَالَ

Sungguh

إِنِّي

Mengetahui

أَعْلَمُ

Apa yang tidak kamu ketahui

مَا لَا تَعْلَمُونَ

 

Manusia merupakan khalifah dimuka bumi. Khalifah merupakan bentuk masdar dari khalf yang diartikan sebagai sesuatu yang menempati bagian belakang. Kosakata khalifah dengan berbagai macam variannya bermuara pada makna yang ada kaitan dengan kata pergantian atau yang ada sesudahnya ketika yang satu hilang diganti dengan lainnya. Khalifah adalah orang yang mengganti yang lainnya dan melakukan tugas sesuai tugas yang digantikannya dalam melaksanakan hukum.

M. Quraish Shihab[9] menyatakan, kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling berkait: 1) manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah. 2) alam raya, yang ditunjuk oleh ayat ke-21 surat al-Baqarah sebagai bumi. 3) hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia (istikhlaf atau tugas-tugas kekhalifahan). Selanjutnya hubungan manusia dengan alam (Khalifah dan mustakhlaf) adalah hubungan sebagai pemelihara yang saling membutuhkan satu sama lain. Maka tugas manusia adalah memelihara dan memakmurkan alam. Orang beriman dan beramal sholeh, yang melakukan perbaikan dijanjikan akan dapat menguasai dunia.

     Alam diciptakan untuk kepentingan manusia, betapa banyak manfaat yang dapat manusia ambil dari alam. Tidak ada sesuatu pun yang diciptakan Allah sia-sia. Betapa tidak beradabnya manusia jika ia merusak sesuatu yang disiapkan untuk kepentingannya. Peran manusia yang dalam Islam disebut Khalifah sejatinya adalah sebagai makhluk yang didelegasi Allah untuk memakmurkan bumi. Kontekstualisasi peran khalifah yang menjadi langkah awal dalam memelihara lingkungan hidup. Oleh karena itu, konteks kekhalifaan manusia harus mampu memberikan keselarasan dunia dan akhirat. Karena manusia adalah makhluk sosial yang bersentuhan dengan makhluk lain disekitarnya.

Walaupun alam diciptakan untuk hidup manusia, namun bukan berarti manusia semena-mena dalam memperlakukan alam. Dalam berinteraksi dengan alam, manusia wajib memperhatikan rambu-rambu yang tertuang dalam Al Qur’an dan sunnah. Prinsip tauhid, amanah, islah, rahmah, ‘adalah, iqtisad, ri’ayah, hisarah, hafazah, dan lain-lain yang merupakan prinsip-prinsip yang harus selalu menyemat pada diri manusia dalam berinteraksi dengan alam.[10]

Untuk menghindari kerusakan dan menjaga kelestarian alam salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya dalam Q.S. al-Mulk : 3.

 

ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا مَّا تَرَىٰ فِى خَلْقِ ٱلرَّحْمَٰنِ مِن تَفَٰوُتٍ فَٱرْجِعِ ٱلْبَصَرَ

هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ

Artinya :

”Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.” (Q.S Al Mulk  : 3).

 

     Kosa kata:

Arti

Kata

Allah yang telah menciptakan

ٱلَّذِى خَلَقَ

tujuh langit berlapis-lapis

سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ

Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan

مَّا تَرَىٰ فِى خَلْقِ

yang Maha Pemurah

ٱلرَّحْمَٰنِ

sesuatu yang tidak seimbang

مِن تَفَٰوُتٍ

Maka lihatlah berulang-ulang

فَٱرْجِعِ ٱلْبَصَرَ

Adakah kamu lihat

هَلْ تَرَىٰ

sesuatu yang tidak seimbang

مِن فُطُورٍ

 

Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan moderat dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia cenderung menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya adalah berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan maksudnya ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya merupakan sikap yang tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap terpuji. Sikap adil, moderat, ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang diharapkan dari manusia dalam menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi maupun in materi, persoalan-persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia, serta persoalan hidup seluruhnya. Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan terus berlangsung dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar biasa, seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran kerak bumi.[11]

Tetapi menurut al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah yang menandaskan hal tersebut adalah Q.S. ar-Rum : 41, sebagai berikut :

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Q.S Ar-Rum : 41).

 

     Kosa Kata:

Arti

Kata

Telah nampak kerusakan

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ

di darat

فِى ٱلْبَرِّ

dan di laut

وَٱلْبَحْرِ

disebabkan karena perbuatan

بِمَا كَسَبَتْ

Tangan

أَيْدِى

Manusia

ٱلنَّاسِ

supaya Allah merasakan kepada mereka

لِيُذِيقَهُم

Sebagian

بَعْضَ

Dari (akibat)

ٱلَّذِى

perbuatan mereka

عَمِلُوا۟

agar mereka

لَعَلَّهُمْ

kembali (kejalan yang benar)

يَرْجِعُونَ

 

Selanjutnya Allah, berfirman di dalam Q.S. Ali Imran : 182.

 

ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيد

Artinya:

 “(Adzab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imran : 182).

 

            Kosa kata:

Arti

Kata

demikian itu

ذَٰلِكَ

disebabkan perbuatan

بِمَا قَدَّمَتْ

tanganmu sendiri

أَيْدِيكُمْ

dan bahwasanya Allah

وَأَنَّ ٱللَّهَ

Tidak

لَيْسَ

Menganiaya

بِظَلَّامٍ

hamba-Nya

لِّلْعَبِيد

 

Di abad ini, campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa terakhir. Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat. Demikianlah, kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah kenyataan bahwa kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada suatu saat kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.

Dampak Pelestarian Lingkungan dalam Kehidupan Manusia Keberadaan lingkungan bagi kehidupan makhluk pada hakekatnya merupakan suatu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup secara menyeluruh. Jika kondisi lingkungannya menunjukan keadan yang baik, berarti lingkungan tersebut menunjang kelangsungan hidupbagi makhluk hidup. Oleh karena itu kualitas atau mutu lingkungan adalah “kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut dan sebagainya.”

Lingkungan hidup dengan seluruh makhluk hidup erat hubungannya Artinya, lingkungan hidup sangat tergantung atas sesama makhluk hidup lainnya. Bahkan secara sentral manusia sebagai pemegang peranan dalam sistem ekologi-pun sangat tergantung kepada keberadaan lingkungannya. Begitu pula dengan lingkungan itu akan tetap memiliki mutu yang baik, tidak lepas pula dari tangan manusia yang berposisi sebagai khalifah fi al-ard.

Manusia sebagai khalifah, merupakan pemimpin atau pengatur terciptanya ketertiban dan kedamaian di muka bumi ini. Ia mempunyai tugas memimpin dirinya dan mengelolah lingkungannya dengan baik. Oleh karena itu, lingkungan dalam persepsi agama merupakan tugas pokok manusia dalam memelihara keberadaannya. Kebaikan atau kelestarian lingkungan hidup tergantung dari kebaikan pemeliharaan manusia. Kelayakan hidup makhluk hidup itu tercipta apabila terdapat upaya mempertahankan diri dan lingkungannya dengan sebaik mungkin. Manusia bertindak dengan baik untuk sesama manusia dan lingkungannya. Arus hubungan timbal balik mengandung makna bahwa lingkungan hidup dengan manusia dengan sebaliknya manusia dengan lingkungannya adalah integratif. Artinya, satu sumber yakni Allah sebagai penciptanya, satu hakekat yakni saling bermanfaat dan satu pengembangan dalam konteks pembangunan kehidupan manusia atau dengan kata lain integrasi kejadian, integrasi kemanfaatan,dan integrasi kepentingan.[12]

 

E.     Pandangan Hadits yang Berkaitan dengan Kerusakan dan Upaya Pemeliharaan Alam

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu memelihara, menjaga dan melestarikan alam. Memelihara alam lingkungan merupakan tanggung jawab setiap manusia. Perilaku memelihara alam mencerminkan tanggung jawab kepada Allah SWT.

Manusia yang memelihara dan menjaga alam, dalam dirinya terdapat jiwa kasih sayang yang besar. Jika kita dapat memelihara alam dengan baik, maka lingkungan yang baik dapat kita nikmati bersama, dan kerusakan alampun akan tidak mudah terjadi. Karena hakekatnya rusaknya alam adalah akibat dari ulah perbuatan manusia sendiri. Berikut ini adalah Hadits-hadits yang berkaitan dengan kerusakan dan pemeliharaan alam.

1)      Hadits Pertama

a.       H.R. Bukhori dan Muslim

 

 اتَّقُوا الْمَلاَعِنَ الثَّلاَثَ الْبَرَازَ فِى الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَالظِّلِّ

Artinya: “Hindarilah oleh kalian tiga hal terlaknat; buang air besar di sumber air, tengah jalanan, dan tempat berteduh (H.R. Abu Daud)”.

b.      Kosa Kata

 

Arti

Kata

Hindarilah oleh kalian

اتَّقُوا الْمَلاَعِنَ

Tiga

الثَّلاَثَ

Hal terlaknat

الْبَرَازَ

Buang air besar di sumber air

فِى الْمَوَارِدِ

Tengah jalan

قَارِعَةِ الطَّرِيْقِ

Dan tempat berteduh

وَالظِّلِّ

 

2)      Hadits Kedua

a.       H.R. Imam Abu Dawud

 

 لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا

Artinya: “Sungguh satu sanksi had (hudud) yang ditegakkan di bumi lebih disukai bagi penduduk bumi daripada diturunkannya hujan kepada mereka selama 40 hari (H.R. Abu Dawud)”.

b.      Kosa Kata

 

Arti

Kata

Sungguh satu sanksi had (hudud)

لَحَدٌّ

Yang ditegakkan

يُقَامُ

Dibumi

فِي الأَرْضِ

Lebih disukai

اُحَبّ

Bagi penduduk bumi

إلى أهلها

Daripada diturunkannya hujan kepada mereka

مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا

Selama 40 hari (pagi)

أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا

 

3)      Hadits Ketiga

a.       H.R. Tirmidzi

 

 قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اَحْيَى اَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa menghidupkan bumi yang mati maka (bumi) itu menjadi miliknya (H.R. Tirmidzi)”.

b.       Kosa Kata

Arti

Kata

Rosulullah SAW bersabda

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barang siapa

مَنْ

Menghidupkan

أَحْيَا

Bumi

أَرْضاً

Yang mati

مَيْتَةً

Maka (bumi) itu

فَهِيَ

Menjadi miliknya

لَهُ

 

4)      Hadits Keempat

a.       H.R. Bukhari Muslim

 

 مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

Artinya: “Barang siapa yang tidak menyayangi (sesuatu) maka ia tidak akan disayangi (H.R. Bukhari Muslim)”.

b.      Kosa Kata

 

Arti

Kata

Barang siapa

مَنْ

Tidak

لَا

Menyayangi

يَرْحَمُ

Disayangi

يُرْحَمُ

 

5)      Hadits Kelima

a.       H.R. Bukhari Muslim

 اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْاَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Artinya: “Sayangilah semua yang ada di bumi niscaya semua yang ada di langit akan menyayangi kalian (H.R. Bukhari Muslim)”.[13]

b.      Kosa Kata

 

Arti

Kata

Sayangilah oleh kalian

اِرْحَمُوْا

Semua yang ada di

مَنْ فِي

Bumi

الْاَرْضِ

Menyayangi kalian

يَرْحَمُكُمْ

Di langit

فِي السَّمَاءِ

 

Berdasarkan hadits-hadits diatas, ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW mengajarkan bukan hanya agar memperhatikan keberlangsungan hidup manusia di dunia, namun juga keberlangsungan makhluk hidup lainnya. Contohnya adalah lingkungan dan alam sekitar tempat manusia tinggal.

Pada hadits pertama, Rasulullah Saw mengingatkan umatnya untuk menghindari laknat terutama bagi orang yang buang air besar sembarangan. Tiga tempat yang disebutkan merupakan bentuk perhatian Rasulullah Saw terhadap kondisi ekologis. Sumber air sebagai sumber kehidupan di mana semua ekosistem yang ada sangat membutuhkan air untuk kehidupan mereka. Jalan merupakan sarana yang dilalui manusia untuk menjalani kehidupan mereka dari satu tempat ke tempat lainnya. Tempat berteduh adalah tempat yang sangat penting untuk melindungi diri baik dari sengatan panas matahari ataupun hujan yang turun.

Selain menjaga kebersihan, merawat kondisi lingkungan agar senantiasa baik dan bersih juga merupakan bagian dari ihsan, baik hewan ataupun tumbuhan. Seorang wanita yang mengurung seekor kucing tanpa makanan hingga mati kelaparan diberitakan masuk neraka. Sebaliknya seorang laki-laki yang memberi minum seekor anjing yang sangat haus diberikan pengampunan dan pahala.

Pada hadits kedua, jika hudud ditegakkan, maka akan menjadikan seseorang atau kebanyakan manusia berhenti dari melakukan keharaman, dan apabila maksiat dilakukan, maka hal itu menjadi sebab hilangnya keberkahan dari langit dan bumi. Luar biasanya, Allah SWT pun menyebutkan hikmah di balik peringatan berupa kerusakan di daratan dan lautan yang dirasakan manusia, yakni agar manusia kembali kepada jalan-Nya, ditandai dengan adanya huruf  la’alla pada kalimat la’allahum yarji’un. Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan firman Allah (لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا), yakni Allah menguji mereka dengan kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan sebagai ujian dari Allah untuk mereka, dan sebagai balasan atas perbuatan mereka, supaya mereka kembali dari kemaksiatan. Hal itu semua semakin mendorong kita untuk kembali kepada Din Islam, Islam sebagai ideologi kehidupan, dan hidup dalam naungan sistem Islam, al-Khilafah yang menjadi institusi penegak syari’at Islam kaffah. Tidak ada yang mengingkari hal ini kecuali mereka yang terpedaya dengan dunia.[14]

Pada hadits ketiga, Islam mencintai manusia meluaskan bagiannya dalam menggarap dan bertebaran di muka bumi serta menghidupkan tanah yang matinya sehingga kekayaan mereka banyak dan mereka menjadi kuat. Oleh karena itu, Islam menyukai pemeluknya mendatangi tanah yang mati lalu menghidupkannya, menggali kebaikannya dan memanfaatkan keberkahannya.

Menghidupkan tanah yang mati (ihya al-mawat) merupakan satu khasanah hukum Islam yang dijumpai dalam syariat. Al-Mawat artinya tanah yang belum dikelola sehingga belum produktif bagi manusia. Sedangkan kata al-ihya artinya hidup atau menghidupkan. Maka arti harfiah dari ihya al-mawat adalah usaha mengelola lahan yang masih belum bermanfaat menjadi berguna bagi manusia, lingkungan, dan sekitarnya. Oleh karena itu menghidupkan tanah yang tidak produktif merupakan petunjuk syariat secara mutlak.[15]

Urwah pernah berkata, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah dan hamba-hamba juga hamba Allah. Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka dia lebih berhak kepadanya.

Disyaratkan untuk sebuah tanah agar bisa dikatakan mati adalah dengan jauh dari keramaian, agar bukan termasuk milik mereka dan tidak ada dugaan milik mereka. Untuk mengetahui jarak jauh dari keramaian adalah dengan mengembalikannya kepada ‘uruf. Umumnya para fuqaha di setiap negeri berpendapat bahwa tanah itu dapat dimiliki dengan dihidupkan, meskipun mereka berselisih tentang syarat-syaratnya. Dan bahwa bukan termasuk mawat adalah tanah haram dan ‘Arafah, maka tanah ini tidak bisa dimiliki dengan dihidupkan, karena dapat mempersempit manasik. Menurut penyusun al-Fiqhul Muyassar, bahwa untuk sahnya menghidupkan tanah yang mati disyaratkan dua hal:

a)      Bukan milik seorang muslim. Jika ternyata milik seorang muslim, maka tidak boleh dihidupkan kecuali dengan izin yang syar’i.

b)      Orang yang menghidupkan tanah yang mati adalah seorang muslim. Oleh karena itu, orang kafir tidak boleh menghidupkan tanah yang mati di wilayah Islam.

Pada hadits keempat, Rasulullah SAW mengisyaratkan sebuah hukum sebab akibat yang telah menyatu dalm fitrah manusia. Kasih sayang dan cinta kasih yang diberikan kepada yang lain akan secara otomatis melahirkan reaksi yang sama.

Hadits tersebut berkaitan dengan seorang sahabat yang bersama ‘Aqra bin Habisat Tamimi yang sangat kurang dalam mengasihi sepuluh putranya. Pada suatu kesempatan, ‘Aqra berkunjung kepada Rasulullah SAW, ketika mereka sedang asyik bercengkrama, masuklah cucu Nabi dan duduk di paha Nabi. Rasulullah pun mencium cucunya tersebut. melihat peristiwa tersebut, ‘Aqra berkata: “Aku memiliki sepuluh putra, tetapi aku belum pernah mencium salah seorang dari mereka walaupun hanya sekali”. Mendengar perkataan tersebut Rasulullah SAW bersabda: “barangsiapa yang tidak menyayangi makadia tidak akan disayangi”.

Kasih sayang dan cinta kasih diantara manusia adalah suatu kebutuhan, bagaikan manusia yang tidak dapat dilepaskan dari makan dan minum. Oleh karena itu, sangat wajar apabila dalam Islam terdapat istilah hablum minannas (menjaling hubungan harmonis antara sesama manusia) di samping hablum minallah (menjalin hubungan harmoni dengan Allah SWT).

Agama islam mengajarkan 2 macam hubungan tersebut, Yaitu Hubungan vertikal (hablum minallah) dan hubungan Horisontal (hablum minannas). Kerusakan alam di dunia ini tak ubahnya adalah bumerang bagi manusia, kitalah yang membuat alam ini rusak, maka dari itu sebagai orang yang beriman, kita harus menjaga lingkungan dengan baik. Perilaku menjaga dan melestarikan alam sesuai hadist diatas, adalah:

a)      Tidak merusak lingkungan sekitar kita

b)      Mengurus tanah agar menjadi subur

c)      Tidak membunuh hewan sembarangan

d)     Memelihara fasilitas umum

e)      Mengadakan penghijauan,dll.

Adapun hadits kelima menggambarkan hal yang hampir sama, namun cakupannya lebih luas. Allah SWT telah menitipkan bumi dan semua yang terdapat di dalamnya kepada manusia untuk dipeergunakan dengan sebaik-baiknya, terutama dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Banyak di antara manusia yang nyata-nyata lupa dan ingkar terhadap amanah yang diemban dirinya. Lingkungan alam yang Allah anugrahkan kepada mereka telah banyak di salahgunakan dan di salahfungsikan sehingga berbagai kerusakanpun muncul baik yang di darat maupun yang di laut.   

Islam sangat memerhatikan terhadap penjagaan dan pemeliharaan alam. Hal tersebut ditandai dengan sejumlah keterangan didalam hadist maupun Alquran yang memberikan perhatian optimal bagi upaya tersebut. bahkan upaya penjagaan dan pemeliharaan alam disetarakan dengan penjagaan dan pemeliharaan agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.

Seperti juga manusia, alam merupakan ciptaan dan anugerah atau karunia Allah SWT. dalam alquran disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta bukanlah tanpa tujuan, sia-sia atau main-main. Alquran menyatakan dengan jelas “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah SWT bagi manusia yang berpikir. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya tuhan kami tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau maka periharalah kami dari siksa api neraka. Alam diciptakan dalam keadaan yang sempurna dan dan ukuran-ukuran yang sesuai dengan karakternya masing-masing. Tujuan ini memungkinkan manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Keteraturan alam, kebaikan dan kebertujuan alam merupakan pandangan Islam tentang alam.[16]

Islam mengajarkan kepada kita agar hidup selaras dengan alam. Menurut Prof. KH Ali Yafie, kalau sampe ada seseorang menggunduli hutan dan merusak hutan, itu harus diberlakukan sanksi yang tegas, harus dicegah dan dihukum. Bumi dan lingkungan merupakan tanggung jawab manusia untuk menjaganya. Jadi, berbicara mengenai menjaga lingkungan alam, itu bagi Islam sejak awal sudah dibicarakan. Dalam agama Islam, ada tiga tingkatan atau proses yang harus dilalui sehingga tuntas, diantaranya:

a)      Ta’abbud: seperti melakukan shalat, puasa, atau haji. Semua hanyalah Ta’abbud, yang artinya kepatuhan kita terhadap petunjuk Allah.

b)      Ta’aqqul: artinya menggunakan otak untuk memahami ibadah. Contohnya: kita disuruh wudhlu untuk apa? supaya bersih. Kita disuruh berpakaian untuk apa? agar menjadi manusia terhormat, karena aurat kita dapat terjaga.

c)      Takhalluq: artinya ibadah harus dijadikan sebagai perilaku. Ibadah itu harus dijadikan sebagai akhlak.

Hal-hal tersebut merupakan contoh perbuatan yang mencerminkan menjaga alam dengan baik, yaitu diantaranya dengan:

a)      Penghijauan hutan atau reboisasi

b)      Membuang sampah pada tempatnya

c)      Memelihara fasilitas umum dengan baik

d)     Menggunakan produk yang ramah lingkungan

e)      Hemat dalam pemakaian bahan bakar.

Nabi Muhammmad SAW melalui Al-Qur’an dan hadist mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan kelangsungan kehidupan manusia dari ketergantungannya kepada lingkungan alam. memelihara lingkungan adalah kebersihan, menyayangi semua makhluk Allah. Kebersihan ,merupakan cermin keimanan seseorang terhadap sang Khalik. Rasa cinta kasih sayang sudah menjadi kebutuhan pokok manusia dalam kehidupannya kita juga harus peka terhadap keadaan alam disekitar kita. Kita harus bisa menghidupkannya Demi generasi masa depan kita.

Inti dari semua keterangan diatas adalah, kita harus saling menghormati sesama makhluk Allah SWT. Janganlah saling merugikan, cintailah alam untuk generasi penerus kita. Jangan sampai generasi penerus kita tidak bisa melihat pohon dan binatang binatang.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Alam semesta merupakan satu kombinasi antara materi, energi, ruang, waktu, dan sistem kehidupan yang rumit. Materi dan energi berinteraksi dalam ruang yang menimbulkan gerakan dan masing-masing gerakan materi semacam itu atau terjadinya suatu peristiwa membutuhkan ruang dan waktu tertentu

Perusakan alam terlebih yang terjadi pada lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.

Kerusakan alam sekarang ini tampak sangat memperihatinkan, seperti: kerusakan sumber daya alam, penyusustan cadangan-cadangan hutan, musnahnya spesies hayati, erosi, sungai yang tercemar akibat dari sampah-sampah yang menumpuk. Manusia tidak bisa lepas dari udara, tanah dan air. Ketika udara, tanah dan air yang dijadikan sebagai tumpuan hidup makhluk hidup di bumi telah mengalami polusi, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, maka unsur-unsur yang ada di dalamnya pun dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Sehingga akan terikat di dalam aliran darah dan inilah yang memicu munculnya berbagai penyakit terutama penyakit kanker.

Terdapat nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam upaya masyarakat terhadap pelestarian alam. Nilai tanggung jawab masyarakat terhadap pelestarian alam disini tercermin dari contoh aktifitas masyarakat yang memelihara hutan. Hal ini bermakna bahwa tingkat kepedulian dan tanggung jawab masyarakat sudah sangat tinggi untuk melestarikan kelangsungan hidup pohon-pohon yang masih muda. Hal ini juga mengindikasikan terdapat nilai kesadaran alam dari masyarakat dalam pemeliharaan hutan.

Peranan manusia di muka bumi adalah selain memanfaatkan segala sumber daya yang ada tetapi juga harus mempunyai moral yang bertanggung jawab terhadap keberadaan sumber daya itu dengan menjaga dan memeliharanya demi kelangsungan hidup yang lestari.

Pandangan al-qur’an yang berkaitan dengan kerusakan dan upaya pemeliharaan alam terdapat di dalam surat:

a)      Q.S Al-Baqarah : 30

b)      Q.S. al-Mulk : 3

c)       Q.S Ar-Rum : 41

d)      Q.S. Ali Imran : 182

Pandangan hadits yang berkaitan dengan kerusakan dan upaya pemeliharaan alam terdapat di dalam hadist:

a)      H.R. Abu Daud

b)      H.R. Abu Dawud

c)       H.R. Tirmidzi

d)      H.R. Bukhari Muslim

e)      H.R. Bukhari Muslim

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, Quraish, M,. 2013. Membumikan Al Qur’an. Bandung: Mizan.

Kementrian Agama RI. 2012. Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir Al Qur’an Tematik. Jakarta: Aku Bisa.

Abdullah, Amin, M,. 2004.  Falsafah Kalam di Era Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rama, Bahaking., Nur, Fatmawati, dan Masrianty. 2009.  Pengetahuan Lingkungan. Makassar: Alauddin Press.

Taufiq, Ahmad.  Upaya Pemeliharaan Lingkungan Oleh Masyarakat Di Kampung Sukadaya Kabupaten Subang, no. 2, (2014), 19 April, 2020.

 

 

 



                [1]Azzurino Riski, Segala Sesuatu tentang Alam Semesta, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2018), 4.

                [2]Q.S. al-A’la (87): 3.

                [3]Q.S.  al-Ra’d (13): 15.

                [4]Dr. Mir Aneesuddin, M.Sc., Buku Saku Ayat-ayat Semesta, (Jakarta: Zaman, 2014), 25-27.

                [5]Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2004), 285.

                [6]Awang Jauharul Fuad, Global Warming dalam Pandangan Islam, (Yogyakarta: ELSAQ Press, 2001), 224.

                [7]Hernedi Ma’ruf, Bencana Alam dan Kehidupan Manusia dalam Perspektif al-Qur’an, (Yogyakarta: ELSAQ Press, 2011), 203.

                [8]Ahmad Taufiq, Upaya Pemeliharaan Lingkungan Oleh Masyarakat Di Kampung Sukadaya Kabupaten Subang, no. 2, (2014): 132-133, diakses pada 19 April, 2020.

                [9]M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 2013), 460-461.

            [10]Kementrian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir Al Qur’an Tematik), (Jakarta: Aku Bisa, 2012), 8.

                [11]M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Post Modernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 183

                [12]Bahaking Rama, Fatmawati Nur dan Masrianty, Pengetahuan Lingkungan, (Makassar: Alauddin Press, 2009), 8.

                [13]Muhaemin, Qur’an Hadist, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008), 31-32.

                [14]Abu Al-Fida’ Isma’il Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm, (Dâr al-Thayyibah, cet. II, Juz VI, 1420 H), 320.

                [15]Fachruddin M Mangunjaya, Konservasi Alam dan Islam, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2005), 58.

                [16]Reza Gholami, Husain Heriyanto, dan Fachruddin M Mangunjaya, Menanam Sebelum Kiamat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 4-5.